Arah Baru Riset dan Inovasi Nasional di Pundak Handoko

BRIN ditargetkan tidak hanya menjadi penghasil riset dan inovasi, tetapi juga mampu menjadi inovator dan enabler bagi perguruan tinggi dan industri.

Pada Rabu (28/4/2021) di Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo melantik dua menteri, pejabat kepala lembaga negara setingkat menteri dan menyaksikan pengambilan sumpah anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Presiden Jokowi mengubah nomenklatur Kabinet Indonesia Maju dengan mengangkat Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi serta mengangkat Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Mendikbudristek).

Penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek merupakan konsekuensi dari pengukuhan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Lembaga tersebut dikepalai oleh Laksana Tri Handoko yang sebelumnya Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Doktor fisika lulusan Hiroshima University, Jepang itu pernah menjabat Kepala Grup Fisika Teori dan Komputasi Pusat Penelitian Fisika LIPI 2002-2012, dan pada 2012-2014 menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI, sebelum menjadi Kepala LIPI.

Usai dilantik, Laksana Tri Handoko menjelaskan, rencana capaian yang akan dilakukan lembaganya ke depan. “BRIN ditargetkan tidak hanya menjadi penghasil riset dan inovasi, tetapi juga mampu menjadi inovator dan enabler bagi kalangan di luar BRIN, termasuk kalangan perguruan tinggi dan industri, untuk bisa mengembangkan kapasitas dan kompetensinya untuk melakukan riset dan inovasi sehingga pada akhirnya akan mendukung perekonomian negara kita dalam jangka panjang,” ujarnya.

Di saat yang sama, BRIN juga akan berupaya untuk dapat memberikan dampak ekonomi dari berbagai aktivitas riset dan inovasi yang dilakukannya. Dampak tersebut nantinya diharapkan dapat memicu investasi baru yang masuk ke sektor ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) baik dari dalam maupun luar negeri.

“Kami tentu akan bekerja sangat erat dengan Kemendikbudristek dan Kementerian Investasi karena kami juga ditargetkan untuk mampu mendapatkan investasi terkait sektor iptek, khususnya yang berbasis biodiversitas dan sumber daya alam yang memiliki potensi yang selama ini belum tereksplor,” tuturnya.

Sementara itu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa kementeriannya akan bekerja erat dengan BRIN di mana pihaknya akan mendorong para mahasiswa dan dosen-dosen nasional untuk melakukan penelitian. Termasuk, menjalankan program-program seperti Kampus Merdeka di dalam badan-badan yang ada di bawah koordinasi BRIN.

Pembentukan BRIN sempat menuai kontroversi karena kedudukannya tidak jelas beberapa tahun terakhir. Padahal, keberadaan BRIN diamanatkan oleh Pasal 48 Undang-Undang nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).

Namun dalam perjalanannya, keberadaan BRIN yang disandingkan dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tidak memiliki struktur dan kelembagaan yang jelas setelah hampir dua tahun. Dua perpres transisi untuk menyiapkan pedoman dan struktur pelaksaan BRIN, yakni Perpres nomor 74 tahun 2019 dan Perpres nomor 95 tahun 2019 sudah telanjur kedaluwarsa. Sampai akhirnya Presiden Jokowi melebur Kemendikbud dan Kemenristek serta mengangkat Laksana Tri Handoko selaku Kepala BRIN.

Tugas BRIN ini sesuai UU Sisnas Iptek akan melaksanakan integrasi penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap). Lembaga ini akan mengawal kementerian/lembaga yang melakukan penelitian, pengembangan, pengkajian hingga diterapkan menjadi inovasi. Sedangkan, bagian yang melakukan kajian kebijakan akan tetap dikelola oleh litbang kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait, seperti LIPI, BPPT, Lapan, Batan, Lembaga Biomolekuler Eijkman, dan Bapeten.

Adapun kerangka tugas BRIN adalah memanfaatkan iptek dan inovasi di bidang fokus rencana induk riset nasional 2017-2045. Utamanya terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan mencakup integrasi pelaksanaan riset dengan skema prioritas riset nasional lima tahunan untuk menghasilkan profit dan inovasi strategis.

Sebelumnya, Kemenristek sudah menggarap program prioritas riset dan inovasi nasional, di antaranya, pembangkit listrik tenaga nuklir, kendaraan listrik termasuk baterai lithium ion dan fast charging. Kereta cepat, pesawat amfibi, pesawat terbang tanpa awak, bahan baku obat dan pabrik garam industri. Program-program seperti ini akan dikembangkan oleh BRIN.

Fokus BRIN lainnya adalah mengembangkan riset powerhouse yang mencakup peningkatan kualitas SDM ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendorong pengelolaan data kekayaan hayati dan kekayaan intelektual, serta jaringan riset di dalam ataupun luar negeri yang lebih baik.

BRIN juga bertugas untuk menciptakan ekosistem inovasi yang bisa mencakup kerja sama antara pemerintah, peneliti, dan dunia usaha dunia industri (DUDI). Lembaga ini juga memastikan peningkatan kualitas belanja litbang di Indonesia.

Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2018 tentang pengadaan riset dan penelitian menemukan hanya 43,74% dari total anggaran riset yang benar-benar digunakan untuk kegiatan penelitian. Sisanya, digunakan untuk hal lain seperti belanja operasional (30,68%), belanja jasa (13,17%), belanja modal (6,65%), serta belanja pendidikan dan pelatihan (5,77%).

Dari gambaran itu, BRIN diharapkan menuntaskan persoalan tersebut bersama kementerian/lembaga pemerintah lainnya agar kebijakan penelitian tidak lagi tumpah tindih yang justru menghambat pengembangan iptek dan inovasi nasional. Di pundak Laksana Tri Handoko inilah arah baru riset dan penelitian nasional agar menjadi basis kebijakan pembangunan nasional ditumpukan.

Sumber : indonesia.go.id